Sosok:
Sitti Zainon: Mengawinkan Puisi dan Sketsa
SITTI
Zainon Ismail merupakan salah seorang penyair wanita Malaysia terpenting saat ini. Namun, wanita yang pernah menimba ilmu di ASRI Yoyakarta dan bergaul dengan para seniman Indonesia itu tidak hanya
dikenal sebagai penyair, melainkan juga pelukis.
Selama 30 tahun karir kepenyairan dan seni lukisnya, wanita kelahiran Kuala Lumpur, 18 Desember 1949 itu telah melakukan pameran sketsa dan puisi di kota-kota penting Malaysia, Indonesia, Brunei Darussalam, maupun Inggris.
Wanita yang telah keliling Indonesia -- Madura, Yogyakarta, Jakarta, Bali hingga Aceh -- itu telah menerbitkan tak kurang 20 judul buku yang mengawinkan puisi dan sketsa. Misalnya
Nyanyian Malam (1976), Puisi Putih Sang Kekasih (1984),
Seri Padma (1984), Getaran Jalur dan Warna
(1985), Perkasihan Subuh (1986), dan Attar Dari Lembah Mawar (1988).
Selain itu, Puspaseni-Lukisan Pilihan, Koleksi Bank Negara Malaysia
(1989), Kau Nyalakan Lilin (1990), Bunga-bunga Bulan-Sketsa dan Puisi 1969-1989 (1992),
Alam Puisi (1994), Taman-taman Kejadian (1996),
A Journey into The World of Art (1997), dan
Kembara Seni Siti (1997).
Buku terbaru Zainon (terbit awal 2000) adalah Zikir Pelangi (The
Rainbow), terbitan Galeri Melora, Selangor Darul Ehsan, Malaysia. Buku luks setebal 260 halaman ini memuat kumpulan sajak dan skesta, dilengkapi dengan display foto diary 1967-1999. Buku berbahasa Melayu dan Inggris ini juga memuat foto Zainon bersama dengan sejumlah pejabat, termasuk Presiden Indonesia BJ Habibie (tahun 1997).
Sejumlah seniman Malaysia memberikan ulasan dan komentarnya mengenai ketokohan Siti Zainon. Termasuk seniman Indonesia Danarto yang menulis artikel berjudul Mendendangkan Kegembiraan Hidup. ''Menyaksikan sejumlah lukisan karya Siti Zainon Ismail adalah menyaksikan seorang yang mendendangkan kegembiraan hidup.'' Demikian tulis Danarto.
Pengakuan akan kepiawaian Siti Zainon di bidang seni lukis maupun
Sastra datang dari berbagai negara, seperti Indonesia, India, Korea Selatan, Thailand, dan Malaysia sendiri. Tahun 1989 dia menerima hadiah sastra Asia Tenggara SEA Write Award. Selama dua tahun berturut-turut (1995-1996, dan 1997-1998), dia merebut Hadiah Cerpen Dewan Bahasa dan Pustaka-Maybank Malaysia.
Penggemar musik dan tari ini juga memperoleh Hadiah Puisi Islam,
PUSPA, Kelantan (1987), dan Hadiah Esei Seni, Dewan Sastra (1998). ''Siti Zainon Ismail merupakan nama yang sealiran dengan seni dan budaya Malaysia.
Sebagai seorang pelukis dan penyair, beliau telah melangkah jauh ke arah memperkaya bidang seni yang indah di Malaysia,'' tutur Dato' Wan Ismail Abdul Rahman, chief excecutive officer (CEO) Oriental Bank Berhad Malaysia.
Siti Zainon merupakan salah satu contoh kegigihan seorang seniman.
Apalagi kalau melihat latar belakang kesehariannya, dia adalah juga seorang dosen.
''Di tengah-tengah kesibukan menambah ilmu dan mengajar, saya mencoba mencari 'ruang' untuk menjaga rasa seni, yakni mengembangkan karir melukis dan menulis sajak.'' Demikian pengakuan Sarjana sastra Universiti Kebangsaan Malaysia dan Doktor Falsafah Universiti Malaya.
Prof Madya Seni Budaya Universiti Kebangsaan Malaysia itu tak neko-neko dalam melukis. Dia tidak tergantung kepada peralatan yang mahal dan serba wah. ''Saya memakai bahan termurah untuk membuat skesta: pastel, krayon, kertas sisa yang dipungut di jalan, di kedai dan lembaran buku tamu, maupun tisu hotel. Malah tukang bingkai gambar sering menghadiahkan kartu tebal sisa -- semua saya gunakan untuk mencoret,'' tuturnya.
Yang menarik, meski usianya memasuki kepala lima, namun Siti Zainon seperti tidak pernah kehilangan kelincahannya. Dia seakan-akan menyimpan energi yang besar dan tak pernah habis. Dia kerap kali hadir dalam berbagai acara kesenian dan kebudayaan di Malaysia maupun mancanegara, termasuk Indonesia.
Dan, meskipun dia seorang seniman besar di negerinya hingga ke manca negara, dia tetaplah seorang yang sangat rendah hati terhadap siapapun. Penulis beruntung sempat bertemu dengannya saat acara Malam Baca Puisi dan Diskusi Penyair Indonesia-Malaysia di Rumah PENA Kuala Lumpur, Malaysia, awal Desember 1999. Dalam kesempatan itu Siti Zainon membacakan salah satu puisi Baha Zain, salah satu sastrawan terkemuka Malaysia. ''Saya sangat sering ke Indonesia, saya sangat kenal dengan Indonesia, saya peduli Indonesia, khususnya Aceh,'' kata seniman yang pernah berkali-kali
Merebut beasiswa maupun hadiah seni dari lembaga-lembaga di Indonesia, seperti ASRI, Universitas Jabar-Ghafur Ahceh, dan Istiqlal Honorary Fellow of Poetry.
Dalam pandangan Datuk A. Samad Said, sastrawan negara Malaysia,
kelebihan Siti Zainon sebagai seorang pelukis adalah dia tidak memberi sesuatu; dia hanya menghantar isyarat. ''Siti Zainon melukis, terkadang dengan penuh harum, terkadang penuh ragu. Dan seniman, seperti biasa, tidak berhenti bertanya, dan tidak berhenti ragu,'' tuturnya.
Sedangkan Mahzan Musa, salah seorang kurator dan pengamat seni
Malaysia mengemukakan kunci sukses Siti Zainon adalah kemauannya dan kehausannya belajar kepada siapa saja dan di mana saja. ''Seniman yang satu ini tidak hanya sekadar merujuk buku-buku di perpustakaan. Siti Zainon banyak berguru kepada seniman-seniman Melayu tradisi. Dia mengembara dari desa kecil di tempat terpencil, dari tanah besar ke pulau-pulau Nusantara, dari
negeri ke negara sehingga di kota-kota besar dan kecil di Asia Tenggara, Eropa, dan di mana saja ada jejak-jejak silam seni seniman Melayu.''
Itulah sekelumit tentang Siti Zainon, yang merintis karir melukis dan menulis puisi sejak usia 16 tahun. Dan, dia tak pernah berhenti hingga kini, bahkan sampai nanti. Hal tercermin persis seperti ditulisnya dalam buku terbarunya, Zikir Pelangi (The Rainbow), ''Tugas pelukis dan penulis, tidak pernah selesai. Inilah sumbangan kecil seperti yang diamanahkanNya.''
(Republika, 24 Jan 2000)
Baca Artikel Lain:
Aceh Adalah Rumah Bagi Siti Zainon
(24/10/2002)
Kembali
ke Index>>>
|