PUSMA Online

 

PUSAT STUDI MELAYU-ACEH

www.pusma.8m.net

 Artikel
 Puisi
 Prosa
 Galeri Foto
 Sahabat
 Agenda

 Koleksi Cerpen:

Dari Dialog Budaya Remaja
"Baju Adik" Tatakrama Non Islami

Banyak tatakrama dalam masyarakat Aceh yang sesungguhnya bukan budaya Aceh --bersumber dari nilai-nilai ajaran Islam sebagai agama mayoritas di daerah Serambi Mekkah. Misalnya, cara berpakaian yang disebut "baju adik" istilah pakaian ketat, tanktop dan pakaian yang menampakkan lekuk tubuh seorang wanita. Begitu juga budaya bentuk tradisi, seperti pemasangan janur dalam setiap perhelatan/perkawinan, sesungguh akibat pengaruh budaya Hindu atau budaya non Islami yang kini menjadi trend dalam masyarakat akibat pemahaman agama dan kultrul yang dangkal.

Demikian berbagai gagasan yang terangkat dalam dialog bertema "tatakrama budaya Aceh", Kamis (14/11/2002) lalu. Kegiatan yang diikuti pelajar, mahasiswa dan kaulamuda itu berlangsung di mushalla Pesantren Modern Terpadu al-Furqan, Bambi Sigli, dan difasilitasi PW Pelajar Islam Indonesia bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan NAD. Acara itu juga diisi dengan pertunjukkan seorang seniman alam, Udin Pelor yang kini mendapat gelar Abu Udin Samalanga itu. Tentang tatakrama budaya Aceh yang islami yang menjadi sorotan peserta dialog --saat ini malah semakin hilang ketika daerah ini diberikan otoritasnya untuk menerapkan Syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam.

Padahal keberadaan Aceh tidak bisa bisa dipisah dari sistem yang dianutnya dengan ajaran Islam, bukan saja dalam hubungan transendental (agama) tapi juga dalam tatanan adat, budaya dan tradisi masyarakat Aceh yang bernafaskan Islami. Seperti ungkapan dalam bahasa Aceh "adat ngon agama lagee zat ngon sifeut (adat dengan agama bagaikan zat dengan sifatnya)".

Wakil Dinas Kebudayaan NAD A Mudy AE yang hadir dalam dialog itu mengatakan adat Aceh selain berinprirasi dari ajaran Islam juga terjadi alkulturasi dengan agama lain. Dari dari agama Hindu, misalnya, dikenal adanya perayaan "Rabu Abeh" yang dirayakan masyarakat ketika bulan Safar, acara sesajian atau janur pada acara perkawinan. "Adat dan budaya yang tak sesuai dengan ajaran Islam itu akan dihilangkan," ujarnya.

Bergeser bahkan terjadinya penghilangan karakter Aceh yang Islami, karena pengaruh budaya asing (budaya barat). Sementara, masyarakat sendiri tidak memiliki ketahanan budaya dan agama, terutama kaula muda Aceh. Hal itu terlihat dari tata pergaulan remaja, tatabusana wanita anak Aceh, dan hal-hal lain yang tidak mencerminkan ke-Acehan. Fenomena itu tidak saja melanda anak-anak (generasi) di kota tapi juga telah merambat ke desa-desa di Aceh. Salah satu sorotan adalah soal jilbab/kerudung yang saat ini juga masih menjadi perdebatan setelah adanya instruksi pemerintah daerah mewajibkan jelbab sebagai menandai dideklasikannya syariat Islam di Aceh.

Peserta dialog menilai, pemerintah sendiri kurang komit terhadap kebijakannya. Terbukti di Banda Aceh, ibukota provinsi --suasana mencerminkan islami itu belum bisa tercipta. Bahkan tindakan kaula muda saat ini yang lebih berani, bukan sebatas tak mengenakan busana muslim, tetapi cenderung melecehkan Islam. Misalnya, berani berpelukan di depan umum yang nyata-nyata bukanlah muhrim. Suatu keprihatinan ketika hasil investigasi sebuah lembaga yang mengungkapkan hampir 50 persen remaja di Aceh melakukan hubungan diluar nikah.

Internet
Salah satu yang dikemukakan, adalah sistem informasi global, seperti internet yang setiap saat bisa diakses tanpa ada batas-batas wilayah dan keyakinan. Perkembangan teknologi ini pada satu sisi sangat positif sedangkan disisi lain dapat mengakibatkan dekadensi moral, terutama generasi muda. Saat ini di kota Banda Aceh, Lhoksemawe dan beberapa kota lain yang dapat menggunakan fasilitas internet, terdapat puluhan warung internet (warnet) yang tersebar di kota-kota itu dengan menawarkan berbagai fasilitas. Salah satu fasilitas yang ditawarkan adalah privacy bagi pengguna internet untuk mengakses informasi apapun yang diingininya tanpa ada intervensi dari pengelola warnet.

Oleh karena itu pengelola warnet membuat sekat-sekat pada kamar warnet. Jadi seseorang netter tidak dapat melihat apa yang dilakukan oleh netter yang lain. Sehingga kontrol sosial pun tidak dapat berfungsi lagi. Dan akibat dari hal ini dapat kita prediksikan. Pengguna internet bebas berinternet ria, bahkan membuka situs-situs "XXX" istilah untuk situs porno di internet yang seharusnya tidak dibuka oleh seseorang seusia mereka. Memang itu tergantung niat seseorang. Tapi menurut prinsip kejahatan, ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan, Niat (N) dan Kesempatan (K)kesempatan sudah ada kadang-kadang niat bisa timbul dengan sendirinya.

Kaset-kaset VCD yang tidak senonoh pun dapat kita jumpai beredar bebas di masyarakat, khususnya masyarakat pelajar dan mahasiswa. Bahkan anak-anak pun dapat dengan bebas menyaksikan sajian khusus dewasa ini. Di Jakarta menurut penuturan beberapa sahabat penulis VCD esek-esek ini dijual sangat murah bahkan dengan uang limaribu rupiah kita dapat membawa pulang tiga VCD. Dan ini dijual di kaki lima!

Budaya mengaji
Dulu kalau sudah waktu maghrib, di dayah, rumah-rumah penduduk di kampung-kampung dan di "rangkang-rangkang" sering kita dengar alunan ayat suci Al Quran, tapi sekarang hal ini jarang kita dengar lagi. Sekarang alunan ayat-ayat Al Quran tersebut telah tergantikan atau memang "digantikan" dengan alunan merdu suara-suara artis di televisi atau kuis dan sinteron lain.

Dinas Kebudayaan NAD mengatakan perlunya membentuk kelompok masyarakat peduli untuk melestarikan kebudayaan Aceh. Solusi lain ada sikap pemerintah terhadap sarana umum yang memberi peluang terjadinya dekadensi moral, seperto wartnet harus membuat sekat-sekat untuk kontrol sosial. Mungkin Aceh harus banyak belajar dari Malaysia yang begitupesat teknologinya, tapi tidak kehilangan budaya Melayu yang islami.(SI/Muchsin)

Kembali ke Index>>>

 

Untuk Menyelesaikan Konflik Aceh
Belajarlah dari Snouch Hurgronje 
(28/10/2002)

Seminar
Budaya Melayu-Aceh
(25/10/2002)

Sekretariat PUSMA
Jalan T. Nyak Arief No. 314 Darussalam Banda Aceh, Indonesia, Telp. 0651-54558 

Email: pusma@lycos.com