Prioritaskan Pengembangan Kebudayaan Aceh Islami
BANDA ACEH - Program pengembangan kebudayaan yang islami dan
pariwisata diharapkan bisa menjadi perhatian utama dan prioritas
pembangunan Nanggroe Aceh Darussalam ke depan.
Harapan itu dikemukakan Gubernur Aceh, Abdullah Puteh, ketika
membuka rapat koordinasi Dinas Kebudayaan dan Dinas Pariwisata
Nanggroe Aceh Darussalam, Senin (16/12) di Banda Aceh.
Menurut Abdullah Puteh, sesuai dengan pola dasar pembangunan
daerah 2001-2005, ada enam kebijakan umum Pemda di sektor
kebudayaan, kesenian, dan pariwisata di Aceh ke depan.
Di antaranya, menggali, mengembangkan kebudayaan yang bersumber
dari warisan indatu rakyat Aceh yang berakar budaya Islam dalam
rangka mendukung terpeliharanya kerukunan hidup bermasyarakat.
Memelihara benda-benda budaya yang mempunyai nilai historis
rakyat Aceh, mengembangkan pariwisata spritual inter disipliner
dan partispatif, sehingga masyarakat merasa memiliki dalam
rangka pengembangan budaya di samping sebagai bidang usaha.
Pada kesempatan tersebut, Gubernur Abdullah Puteh juga sekaligus
membuka diskusi tentang situs Bukit Kerang dengan pembicara
utama Prof Dr Teuku Jacob, guru besar dan mantan rektor
Universitas Gajah Mada Yogyakarta dengan judul Manusia Zaman
Batu Tengah di Aceh.
Kongres Bahasa Aceh
Menyangkut pelaksanaan Kongres Bahasa Aceh yang dijadwalkan
mulai 18 Desember 2002, Gubernur Abdullah Puteh mengatakan
kongres ini akan memiliki arti yang sangat penting dan strategis
terutama dalam upaya mengantispasi makin menipisnya kecintaan
masyarakat dalam menggunakan bahasa Aceh yang merupakan lambang
masyarakat dan daerah ini.
Karena itu, katanya, lewat kongres bahasa bisa menghasilkan
rumusan yang tepat tentang langkah-langkah yang perlu diambil
dalam upaya melestarikan dan mengembangkan bahasa Aceh ke
depan.
Namun, tambahnya, kita patut merasa bangga bahwa di
sekolah-sekolah, terutama SD dan SLTP telah memasukkan bahasa
daerah sebagai salah satu bahan ajar untuk peserta didik. "Ini
merupakan salah satu terobosan dalam upaya melestarikan
kebudayaan. Namun, itu saja tidak cukup. Kita perlu memiliki
buku-buku dan bahan kepustakaan yang memadai tentang bahasa
Aceh," katanya.
Kadis Kebudayaan Nanggroe Aceh Darussalam, Amudy AE mengatakan
rapat koordinasi yang berlangsung selama tiga hari tersebut di
samping melibatkan pejabat kebudyaan dan pariwsiata
tingkat propinsi dan kabupaten juga melibatkan pakar dan
praktisi kebudayaan.(SI/sir)
Kembali ke Index>>> |